Halaman

Rabu, 12 Desember 2012

pemerintahan sipil dan militer

PEMERINTAHAN
PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER








Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dosen Pengampu: Andi Prastowo M.Pd.I
Disusun Oleh:
MUH SYIHABUDDIN
12410144

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2012
BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Dalam materi Pendidikan Kewarganegaraan yang kita pelajari tentunya meliput tentang  negara dan serbanekanya, dimana di dalam unsur pembentuk suatu negara ada istilah “pemerintah yang berdaulat” atau dapat dikatakan bahwa negara tidak mungkin dapat terbentuk jika tanpa adanya pemerintahan yang berjalan didalamnya. Karena pemerintahan itu merupakan tata cara dan program-program  yang terkandung dan  semestinya harus dilaksanakan di dalam negara tersebut agar  negara yang terbentuk memiliki “cara main” dan bukan merupakan suatu hal yang abstrak dan sia-sia. Melihat sejarah mengenai pemerintah yang berjalan di indonesia tentunya tak lengkap jika kita tidak menilik juga tentang hubungan “pemerintahan sipil” dengan “pemerintahan militer”. Dimana pada masa kemerdekaan sampai sekarang terjadi perdebatan-perdebatan dan  kontroversi mengenai hubungan tersebut.
Untuk itulah, makalah ini dibuat  dan mencoba menyuguhkan materi tentang pemerintah dan pemerintahan di indonesia serta pembahasan hubungan mengenai pemerintahan sipil dan pemerintahan militer dalam perkembangan negara indonesia. Dengan makalah ini, pembaca khususnya para mahasiswa diharapkan tahu mengenai sejarah dan  fenomena yang terjadi pada pemerintahan indonesia pada masa pasca-kemerdekaan sampai sekarang ini dengan tujuan memperkaya pengetahuan kita semua dalam materi Pendidikan kewarganegaraan yang menjadi salah satu mata kuliah wajib.



B.    Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan pemerintahan?
2.    Apa yang dimaksud dengan pemerintahan sipil dan pemerintahan militer?
3.    Bagaimana hubungan keduanya?


C.    Tujuan Makalah

1.    Mengetahui pengertian pemerintahan
2.    Mengetahui pengertian sipil dan pemerintahan militer
3.    Mengetahui hubungan keduanya











BAB 2
PEMBAHASAN
1.    PEMERINTAHAN
Pemerintah, Kata yang tak asing lagi bagi kita, orang di televisi seringkali mengucapkannya, disekolah pun tak jarang kita mendengarnya, bahkan dimasyarakat kecil dengan kesibukannya tak hanya sesekali membahas “pemerintah dan  pemerintahan”. Lalu apakah sebenarnya pemerintahan itu?
Secara epistemologi, kata pemerintah dapat diartikan sebagai badan yang melakukan kekuasaan memerintah. Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara. Pemerintah melalui aparatur dan alat negara, yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan keamanan, mengadakan perdamaian dan lainnya dalam rangka mewujudkan kepentingan warga negaranya yang beragam. Untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut dijumpai bentuk-bentuk negara dan pemerintahan. Pada umumnya, nama sebuah negara identik dengan pemerintahan yang dijalankannya, misalnya, negara demokrasi dengan pemerintahan sistem parlementer atau presidensial.
Pendapat lain:
Pemerintah adalah penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan dinegara tersebut. Pemerintah memiliki kedaulatan kedalam dan keluar. Kedaulatan kedalam berarti negara memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh rakyatnya. Kedaulatan keluar artinya negara mampu mempertahankan diri dari serangan dari luar.
Pemerintahan senantiasa beriringan dengan ada dan  terbentuknya negara, karena unsur dari terbentuknya negara salah satunya adalah pemerintah.  Menurut hobbes konon sebelum terbentuknya suatu Negara terjadi konflik-konflik untuk mempertahankan diri, juga terjadi pemaksaan-pemaksaan dari yang kuat kepada yang lemah. Hobbes menjelaskan bahwa konflik-konflik itu sebagai suatu keadaan perang antara “semua melawan semua”. Dalam keadaan demikian huru-hara dan kekacauan tidak dapat dielakan. Mereka yang kuatlah yang menikmati kebebasan. Sampai akhirnya lahirlah kesadaran dari kalangan orang kuat yang selanjutnya menjadi orang bijaksana untuk menciptakan situasi masyarakat yang teratur dan bagaimana ketertiban itu dapat dipelihara.
    Jadi pemerintah juga merupakan suatu badan yang mempunyai wewenang untuk melaksanakan program(pemerintahan) dalam suatu daerah. Pada fase awal adalah kesepakatan tentang adanya nilai-nilai yang harus desepakati, dan sanksi adalah konsekuensinya. pemberian sanksi hukuman dilakukan melalui tindakan penyiksaan fisik seperti potong tangan, cambuk dsb. Namun dalam perkembangannya diciptakanlah institusi yang berfungsi untuk usaha rehabilitasi dan perbaikan dengan adanya pemikiran tentang harga keberadaan tentang pribadi yang tidak layak untuk ditukar dengan kejahatan atau kesalahan yang dibuat. Untuk itu dibuat suatu tempat yang disebut dengan penjara.
    karena awal pemerintahan modern dengan dibuatnya hukum adalah “penjara”. Ini pula yang menjadi alasan masyarakat mempercayai pemerintah sebagai institusi hukum dimana para pelaku kejahatan selayaknya dibina. Disimpulkan pula bahwa munculnya suatu Negara atau pemerintahan pada awalnya ketika lahirnya kebutuhan bersama manusia  akan kehidupan yang tertib. Adanya pemerintah itu tergantung ada tidaknya hukum yang mengatur. Artinya tidak ada pemerintahan tanpa hukum. Hukum adalah jiwa dari setiap kekuasaan Negara.
Hukum yang dibuat itu sesungguhnya demi kesejahteraan umat manusia, karena setiap manusia yang lahir tentunya memiliki hak-hak yang selayaknya di perjuangkan demi kemaslahatan hidupnya. Diantaranya ada  tiga hak dasar yang dimiliki oleh masing-masing individu:
1.    Hak untuk hidup tanpa rasa takut dari ancaman siapapun
2.    Hak untuk berbicara dan berekspresi, beragama, bercita-cita
3.    Hak untuk memiliki sesuatu baik materiil maupun non materiil.
Namun dengan kodrat manusia yang memiliki kecendurungan untuk melanggar HAM lainnya, untuk itulah hukum dibuat untuk mengarahkan dan membatasi perilaku seseorang.
    Maka tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu kemaslahatan dan melindungi HAK warga negara. Dengan adanya sistem ketertiban dimana masyarakat bisa menjalani kehidupan mereka secara wajar. Pemerintahan dalam perspektif modern adalah untuk melayani masyarakat, memungkinkan setiap anggota masyarakat mampu mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya untuk kemajuan bersama.
    Pemerintahan modern itu identik dengan pemerintahan demokrasi, dimana pemerintahan dibentuk rakyat, dijalankan oleh rakyat, dan bergerak demi kepentingan rakyat. Disinilah rakyat dtuntut untuk berpartisipasi penuh, paling tidak ikut mengkritisi dan mengawasi serta mengetahui pemerintahan yang sedang dijalankan. Karena itulah makna dari demokrasi yang sebenarnya.
    Lalu bicara megenai pemerintahan, tentunya kita bicarakan juga masalah sistem pemerintahan yang berjalan. Sistem pemerintahan sendiri dapat dibagi menjadi sistem pemerintahan dalam arti sempit dan sistem pemeritahan dalam arti luas:  pemerintahan dalam arti sempit adalah sebuah kajian yang melihat hubungan antara legislatif dan eksekutif dalam sebuah Negara. Berdasar kajian ini dibedakan dua model pemerintahan, yakni pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Sedangkan sistem pemerintahan dalam arti luas, yakni suatu kajian pemerintahan Negara yang bertolak dari hubungan antara semua organ Negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dengan bagian-bagian yang ada di dalam Negara. Bertitik tolak dari pandangan ini sistem pemerintahan Negara dibedakan menjadi Negara kesatuan, Negara serikat, Negara konfederasi.
    Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang badan eksekutif dan legislative memiliki hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Sedangnkan system pemerintahan presidensil merupakan pemerintahan yang pada umumnya tidak memiliki hubungan seperti terdapat dalam pemerintahan parlementer. Sistem presidensial pada umumnya memiliki cirri umum sebagai berikut: 
•    kekuasaan pemerintahan terpusat pada satu orang, yaitu Presiden, yaitu presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan.
•    Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan bertanggung jawab kepadanya.
•    Masa jabatan presiden ditetapkan dalam jangka waktu tertentu
•    Presiden dan menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen dan DPR.
Sedangkan sistem pemerintahan parlementer memilik ciri-ciri:
•    Kedudukan kepala Negara tidak dapat diganggu gugat
•    kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen
•    susunan anggota dan program cabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam parlemen
•    kabinet dapat dijatuhkan atau dibubarkan setiap waktu oleh parlemen
•    kedudukan kepala Negara dan kepala pemerintahan tidak terletak dalam satu tangan atau satu orang.

BENTUK-BENTUK PEMERINTAHAN
Yang paling terkenal dan dianggap modern atas bentuk pemerintahan yaitu kerajaan(monarki) dan republik.
Pemerintahan monarki yaitu apabila dalam suatu Negara dipimpin oleh raja atau ratu. Ada beberapa macam bentuk pemerintahan monarki:
1.    monarki mutlak: dalam pemerintahan ini raja dapat berlaku sewenang-wenang(kekuasaan yang tak tebatas). Kehendak raja adalah kehendak Negara.
2.    Monarki konstitusional: dalam pemerintahan ini kekuasaan raja dibatasi oleh undang-undang dasar. Raja tidak bisa berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi, segala perbuatannnya harus berdasarkan konstitusi.
3.    Monarki parlementer: dimana di dalam pemerintahan terdapat  parlemen, yang mana para menteri bertanggung jawab sepenuhnya. Raja, kepala negara itu, merupakan lambang kesatuan negara yang tidak dapat diganggu gugat. Yang bertanggung jawab terhadap kebijakan pemerintah ialah menteri.



Sedangkan Republik adalah suatu negara dimana kepala negaranya ialah seorang presiden. Republik juga dibagi dalam beberapa macam:
•    Republik mutlak
•    Republik konstitusional
•    Republik parlementer
Berikut merupakan Garis besar Amandemen UUD 1945:
i.    Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD(pasal 1)
ii.    MPR merupakan lembaga bicameral yang terdiri dari  DPR dan DPD(pasal)
iii.    Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat (pasal 6A)
iv.    Presiedn memegang jabatan selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan (pasal 7)
v.    Pencantuman hak asasi manusia (pasal 28 A samapai 28 J)
vi.    Penghapusan DPA sebagai lembaga tinggi Negara, presiden dapat membentuk suatu dewan pertimbangan (pasal 16)
vii.    Presiden bukan mandataris MPR, dengan demikian MPR tidak lagi menyusu GBHN
viii.    Pembentukan mahkamah konstitusi (MK) dan komisi Yudisial (KY) tercantum dalam pasal 24B dan 24C
ix.    Anggaran Pendidikan minimal 20% (pasal 31)
x.    Negara kesatuan tidak boleh diubah (pasal 37)
xi.    Pejelasan UUD 1945 dihapus
xii.    Penegasan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, sera dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (pasal 33)


2.    PEMERINTAHAN SIPIL
disebutkan bahwa pemerintahan sipil adalah pemerintahan di mana gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil. Sebelum sebuah keputusan menjadi perintah, keputusan itu dibicarakan terlebih dahulu, dirembukkan dan kalau perlu diputuskan lewat pemungutan suara (referendum). Setelah itu pun sebuah keputusan harus menunggu pengesahan terlebih dahulu dari lembaga negara yang berwenang lewat sebuah sidang.
    Istilah pemerintahan sipil digunakan sebagai kebalikan dari istilah pemerintahan militer. Kedua istilah ini muncul ketika terjadi hubungan antara elit sipil yang diwakili oleh politisi yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan elit militer dalam suatu Negara.
    Perbedaan mendasar tentang keduanya yaitu terletak pada sejauh mana kelompok tersebut berpengaruh dan ikut serta dalam pemerintahan. Serta sejauh mana satu kelompok mampu mengatur kelompok yang lain. Kendati keduanya memiliki wewenang masing-masing, dalam sejarah pemerintahan keduanya tidak dapat dipisahkan dalam kaitannya dengan roda pemeritahan. Jika dalam pemerintahan tersebut, kalangan sipil mampu lebih dominan bahkan dalam masalah kemiliteran dan politik keamanan Negara, maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan tersebut adalah pemerintahan sipil. Sebaliknya jika militer banyak kontrol dalam politik dan kehidupan sipil maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan tersebut adalah pemerintahan militer.


Secara teoritis, pemerintahan sipil dapat dibagi menjadi tiga:
1.    Model tradisional
    Pemerintahan sipil model ini adalah pemerintahan yang tidak memiliki perbedaan yang jelas antara elit sipil dengan elit militer. Model ini merupakan gambaran pemerintahan kerajaan di eropa pada abad 17 dan 18, dengan pendukung utamanya terdiri dari golongan aristokrat eropa baik dari kalangan elit sipil maupun elit milliter. Di dalam model ini masing-masing mereka memegang satu kekuasaan saja, mereka membangun ikatan kekeluargaan dalam memepertahankan kekuasaan masing-masing. Karena tidak adanya perbedaan prinsip inilah pada masa model pemerintahan tradisional tidak ditemukan adanya konflik-konflik diantara keduanya.
2.    Model liberal
Pemerintahan jenis ini adalah pemerintahan yang mendasarkan pada pemisahan para elitnya menurut keahlian dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan jabatannya dalam pemerintahan. Posisi militer dalam pemerintahan ini adalah masih dibawah kendali sipil. Dalam bidang keamanan, perwira hanya dapat menasehati pemerintah serta hanya mampu melaksanakan apa yang diinstruksikan pihak sipil. Dalam model ini kemungkinan militer dalam melakukan intervensi dan kegiatan politik terhadap elit sipil akan tertutup.
Terdapat prinsip penting yang dipegang oleh model liberal ini, dimana elit tidak melakukan intervensi terhadap persoalan-persoalan profesionalisme militer. Misalnya melalui pengangkatan perwira militer yang didasari oleh kesetiaan mereka di bidang politik domestik. Jika prinsip ini dilaksanakan elit sipil dengan konsisiten, maka semakin kecillah alasan militer untuk melakukan intervensi di bidang politik dan pemerintahan.
3.    Model serapan
Model ini adalah suatu pemerintahan sipil dengan karakteristik kebijakan sipil untuk mendapatkan pengabdian dan loyalitasnya melalui penanaman ide dan penempatan para ahli politik kedalam tubuh angkatan bersenjata. Sepanjang model ini berkuasa. Para ahli politik ditempatkan di setiap unit dan peringkat hierarki militer. Mereka bertanggung jawab kepada politisi yang lebih tinggi kepada pemimpin sipil, bukan kepada perwira militer yang lebih tinggi pangkatnya. Jadi dapat dikatakan pada model ini pemerintahan sipil yang berkuasa benar-benar telah mengambil alih kekuasaan dan pemerintahan secara penuh bahkan sampai ke seluk-beluk militer.

PEMERINTAHAN MILITER
Pemerintahan militer ini pada dasarnya merupakan bagaimana partisipasi korp militer dalam poltik dan pemerintahan. Keikutsertaan ini didasarkan pada perasaan mereka tentang tanggung jawab dalam melindungi keutuhan negara, termasuk didalamnya tanggung jawab tehadap konstitusi negara.
Seperti yang kita ketahui bahwa Negara mempunyai kelegalan dalam monopoli dan penggunaan kekerasan terhadap warganya ataupun terhadap siapapun atas alasan dan sebab-sebab tertentu. Dalam hal ini keberadaan militer boleh dikatakan merupakan konsekuensi dari kebutuhan Negara akan perangkat keamanan dan kekerasan dalam tujuan pertahanan Negara.
Ada beberapa sebutan tentang  korp perwira yang andil dalam politik, diantaranya:  prajurit berkuda karena posisi tradisional para perwira militer tersebut sebagai penunggang kuda. Mereka juga sering disebut sebagai “tentara berbaju sipil” karena korp militer sering mengganti lencana dan pakaian mereka dengan gelar dan pakaian sipil. Julukan lainnya ialah “pasukan bedah besi” karena pengalaman mereka melakukan tindakan tegas untuk memulihkan situasi politik dan ekonomi. Sedangkan sebutan militer sebagai “birokrat bersenjata” karena sikap politik dan cara pemerintahan korp militer yang nyaris mirip dengan pemerintahan sipil, hanya saja mereka senantiasa berdekatan dengan senjata-senjata mereka yang biasa berupa pistol, pisau dan sebagainya.
Jika kita membahas tentang militerisme di indonesia tentunya akan banyak sekali referensi yang dapat kita temui, istilah-istilah dan serba-serbi tentang Militerisme amatlah banyak. Militerisme juga di dikatakan sebagai militerisasi build-in, artinya militer masuk dan melakukan intervensi kedalam dunia politik, yang sebenarnya menjadi urusan kaum sipil. Intervensi militer inilah yang menimbulkan tumbuhnya rezim otoritarian atau rezim militer. Sisi kedua dari militerisasi build-in adalah internalisasi nilai, ideologi, perilaku, organisasi, wacana militer ke dalam kehidupan sosial masyarakat sipil.
Partisipasi mereka dalam pemerintahan sipil ini sering juga disebut dengan pretorianisme. Kajian ini digunakan dalam rangka keikutsertaan tentara sebagai aktor utama yang sangat dominan dalam menggunakan kekuasaannya. Istilah tersebut diambil  dari contoh kasus campur tangan militer yang paling awal dan paling terkenal dalam pemerintahan kerajaan romawi pada abad 17 dan 18. Pada masa ini tentara pretorian mereka digunakan sebagai prajurit khusus yang digunakan untuk mengawal raja. 
Sebagaimana dalam pemerintahan sipil, di dalam pemerintah militer terdapat tiga model:
1.    Moderator pretorian
Ciri khas dalam model ini adalah adanya penggunaan hak veto terhadap keputusan dalam pemerintahan dan politik, tanpa menguasai pemerintahan itu sendiri. Sekalipun  kelompok sipil yang memerintah, mereka masih bisa untuk tidak mengikuti sepenuhnya supremasi pihak sipil. Kelompok pretorian masih bertidak sebagai kelompok yang berpengaruh dan terlibat dalam politik.
Dalam praktiknya, apabila ada ketidak sepakatan dengan kebijakan sipil, pretorian mediator ini dapat melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil ddan menggantikannya dengan sekelompok elit sipil yang dapat dikuasai dan diterima oleh militer. Perilaku politik dalam metode ini hanya sebatas mempertahankan status-quo, menjaga keseimbangan atau ketidak seimbangan kekuasan di antara fraksi-fraksi atau kelompok politik yang bersaing. Serta melarang setiap percobaan penting dalam hal pengalihan hasil ekonomi, dan menjaga stabilitas politik dan pemerintahan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok militer ini merupakan kekuatan politik konservatif yang lebih menyukai untuk mengalihkan perubahan daripada pelaksanaanya yang dapat diperoleh dengan pemerintahan. Alasan-alasan inilah yang melatari mengapa kelompok ini tidak meguasai puncak pemerintahan.

2.    Pengawal Pretorian
Pemerintahan model ini merupakan lanjutan dari moderator pretorian. Jika yang pertama bersifat konservatif, kelompok ini lebih bersifat reaksioner terhadap kebijakan sipil ketika menjalankan pemerintahannya. Setelah para moderator berhasil menggulingkan  kekuasaan pemerintah, akhirnya mereka mengubah diri sebagai pengawal pretorian sebelum akhirnya berkuasa penuh atas pemerintahan.
Setelah penggulingan elit sipil, umumnya kelompok ini akan memegang tampuk pemerintahan untuk periode singkat antara dua sampai empat tahun. Seperti halnya kelompok pertama, para pengawal pretorian tidak stuju terhadap perubahan politik serta akan berusaha untuk mempertahankan poltik yang lama. Perbedaan mencolok kelompok ini ialah keyakinan mereka akan agenda pemerintahan yang mereka canangkan hanya mereka sendirilah yang dapat melaksanakannya. Keyakinan ini muncul dari asumsi mereka tentang tidak adanya elit di luar mereka yang mampu mempertahanan status-quo politik dan ekonomi. Atau tanpa tindakan kudeta, kekuasaan akan berpindah ke tangan elit politik yang memiliki tujan dan agenda politik yang berbeda.
Langkah selanjutnya setelah kudeta  adalah tindakan pemecatan ahlimpolitik sipil yang diduga melakukan kecurangan dalam penyusunan kembali struktur pemerintahan dan administrasi serta pembagian kekuasaan dan fungsi ekonomi di kalangan kelompok sipil. Sisi lain dari kelompok ini ialah sikap yang tidak terlalu otoriter, karena kebebasan politik, kebebasan pers dan berserikat adalah dibenarkan.
Sebagai kelompok reaksioner mereka berusaha melakukan perubahan-perubahan, prinsip-prinsip dasar dalam politik, ekonomi dan kehidupan sosial. Namun seluruh agenda perubahan yang mereka lakukan tetap dalam koridor membatasi kegiatan dan hak sipil. Bagi mereka perubahan mendasar dalam hal-hal tersebut tidaklah dibutuhkan, karenanya kelompok ini tidak menganggap penting untuk membentuk sebuah rezim yang dapat menguasai orang banyak.
3.    Penguasa  Pretorian
Pemerintahan model ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan model yang dua sebelumnya. Yang membedakan model ini dengan model yang lain ialah luasnya wilayah ekuasaan serta tingginya cita-cita politik dan ekonomi yang mereka agendakan. Model yang ketiga ini tidak hanya menguasai pemerintahan namun juga mendominasi rezim yang berkuasa, bahkan kadang kala mencoba menguasai sebagian ekonomi-politik dan sosial melalui mobilisasi. Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok moderis radikal atau kelompok revolusioner dengan visi menata kembali negara dari segi moral, institusi dan materi lainnya.
Dengan agenda yang menyeluruh dan mendalam dari kelompok ini, pastinya akan membutuhkan waktu yang lama. Maka mendominasi rezim dan pemerintahan yang cukup lama adalah diperlukan. Jika kelompok pengawal pretorian berkuasa dalam tempo sementara dan berjanji akan mengmbalikan kekuasaan ke tangan sipil dalam waktu singkat, sebaliknya penguasa pretorian tidak demikian. Umumnya mereka mengatakan bahwa rezim sipil akan dipulihkan kembali.
Hubungan Sipil-Militer di Indonesia
Sejalan lengsernya orde lama pada 21 mei 1998, berahir pula lah dominasi militer di indonesia. Masa setelahnya ialah masa reformasi dimana menjalankan demokrasi secara tepat adalah tujuan pada era setelah orde baru lengser. Pada masa transisi ini tak jarang hujatan serta kritik ditujukkaan masyarakat kepada ABRI atau TNI atas peran yang mereka lakukan selama Orde baru. Karena selama itu pula terjadi hubungan sipil-militer yang tidak seimbangs yang mengakibatkan krisis di indonesia dalam segala aspek kehidupan.
Kehadiran TNI/ABRI di hampir semua lembaga baik di pemerintahan maupun swasta yang mencakup hampir seluruh aspek kehidupan mulai dari bidang politik, ekonomi, sosial, budaya sampai ke soal agama dianggap menutup upaya kalangan sipil yang berpotensi, dan itu dapat diartikan  pula mengurangi kesempatan sipil untuk menunjukan kemampuannya dalam berkiprah di bidang kemasyaraktan kenegaraan. Kritik dan sinyalemen lainnya yang perlu diperhatikan oleh TNI adalah pernyataan beberapa kalangan masyarakat bahwa ABRI tak lagi membela kepentingan rakyat, melainkan membela dan menjadi alat para penguasa untuk mempertahankan status-quo. Bahkan ABRI dicurigai sebagai mengarah pada militerisme dan kediktatoran. 
Di barat terdapat model hubungan sipil-militer yang menekankan “supremasi sipil atas militer”, atau militer merupakan subordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum. Tetapi pada kasus-kasus di negara berkembang termasuk indonesia hubungan sipil-militer tidaklah dapat disamakan dengan kenyataan dengan praktik yang terjadi di negara barat. Karena pada kenyataannya, makna hubungan sipil-militer di indonesia lebih mengandung pengertian adanya  “kerja sama” dan hubungan kemitraan. Secara historis pola hubungan sipil-militer indonesia lebih banyak merupakan suatu pembagian peran antara sipil-militer yang sangat nyata pada masa revolusi kemerdekaan (1945-1949) Keikutsertaan militer dalam penataan sosial dan administrasi pemerintahan pada akhirnya melahirkan konsep dwifungsi ABRI yang menjadi doktrin dasar keterlibatan kaum militer diluar bidang keamanan.
Lahirnya konsep dwifungsi ABRI sendiri karena di masa itu belum terbentuk atau lahir sebuah tentara reguler, kala itu baru terbentuk badan keamanan rakyat yang bersatu dengan rakyat dalam menjaga keamanan negara.
Dan untuk menggalang perlawanan terhadap kekuatan pasukan belanda yang hendak kembali menjajah, pasukan direkrut untuk siapa saja untuk memanggul senjata dan menunjukan kwalitas kepemimpinannya. Basis untuk menjadi tentara adalah non-profesionalisme seperti semua kedudukan dalam revolusi. Dengan sendirinya banyak tentara melakukan baik fungsi politik maupun pemerintahan. Fakta sejarah awal inilah yang melandasi konsepsi tidak dipisahkannya tentara dari kegiatan politik.
Sebenarnya sudah ditegaskan bahwasanya intervensi militer dalam politik ini merupakan sebuah proses yang lama, hampir setua umur republik ini. Pada awalnya intervensi tersebut lahir dari tradisi perang gerilya. Dimana mau tidak mau membuat tentara harus mempelajari fungsi non-militer, karena perang ini melibatkan seluruh masyarakat. Dan dengan jalan mempelajarinya pengelolaan masyarakat dan desa sebagai kekuatan perang semesta bisa dilakukan. Selanjutnya pengalaman dalam perang gerilya ini tak hanya menunjukan bagaimana kemampuan militer dalam mengurus urusan non-militer, namun juga bukti tentang jasa-jasa militer dalam merebut kemerdekaan. Dikemudian hari jasa-jasa ini menjadi klaim utama bagi keterlibatan para perwira dalam urusan politik.
Bukan itu saja, adalah ketidak cocokan para pemimpin militer dengan cara-cara kepemimpiman sipil tak jarang menjadi presepsi buruk tentang kepemimpinan sipil. Sudah tentu anggapan-anggapan sepihak ini bisa dibaca sebagai upaya mendeskreditkan para pemimpin sipil, sambil megedepankan para perwira sebagai sumber daya yang available untuk mengatur politik.
Dalam sejarah politik indonesia, hubungan antara sipil-militer dapat dijelaskan secara singkat melalui pasang surut intervensi sipil atas militer atau sebaliknya. Misalnya pada masa demokrasi parlementer, partai poltik pernah mendominasi dan mengontrol militer secara subjektif. Dengan kata lain, kontrol subjektif sipil terhadap militer telah terjadi secara mendalam dalam tubuh militer, diantaranya dalam masalah menentukan posisi jabatan di dalam struktur TNI, khususnya angkatan darat.
Puncaknya pada peristiwa 17 Oktober 1952 saat pasukan TNI-AD mengarahkan moncong meriam kearah istana Presiden, dan memaksa presiden Soekarno untuk membubarkan konstituante. 
Lalu ketika runtuhnya Orde Lama dan tegaknya Orde Baru dibawah rezim Soeharto bergantilah intervensi militer yang terlalu jauh dalam urusan sipil yang mencakup politik, ekonomi, sosial bahkan sampai bidang Olah Raga.
Memang Pemerintahan militer yang bergulir di Indonesia paling terlihat jelas adalah ketika Mayjen Soeharto menjabat sebagai presiden Indonesia yang ke dua menggantikan presiden soekarno. Ancaman militer secara terang-terangan untuk tidak melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil jika tuntutan yang mereka ajukan dikabulkan. Mengambil alih kekuasaan pemerintahan dan mengubah rezim sipil menjadi rezim militer .Tentara mendapatkan kekuasaanya melalui kudeta. Para pejabat tinggi negara telah bertugas atau terus bertugas dalam angkatan bersenjata. Pemerintahan masih terus bergantung kepada dukungan perwira militer aktif dalam mempertahankan kekuasaanya.adalah praktik-praktik yang dilaksanakan dalam pemerintahan militer
Sebagai tambahan, berikut beberapa tahapan yang ditempuh militer dalam intervensi politiknya:
•    Dengan memanfaatkan konstitusi. Terbukti dengan dukungannya terhadap dekrit presiden 5 Juli sebagai upaya mendapatkan rumusan tentang legalitas militer dalam urusan non-militer. Dari pemikiran A.H. Nasution lahirlah pula gagasan middle way yang kemudian berkembang menjadi dwifungsi ABRI beberapa tahun kemudian.
•    Militer mempersiapkan intervensi politik dengan cara memperluas campur tangan  sekaligus dukungan di kalangan kelompok sosial. Golkar adalah feomena penting basis kekuasaan militer yang terbukti bermanfaat besar di kemudian hari.
•    Keterlibatan dengan cara menduduki sejumlah jabatan publik atau yang kerap disebut “kekaryaan”.
•    Keanggotaan dan pemilikan fraksi ABRI mulai dari DPR sampai DPRD II
•    Campur tangan dalam bentuk political direction atau bahkan manipulasi terhadap sejumlah organisai sosial politik.


BAB 3
KESIMPULAN
Dari materi yang telah dipaparkan, berikut yang dapat disimpulkan:

    pemerintahan dapat diartikan sebagai badan yang melakukan kekuasaan memerintah. Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara. Pemerintah melalui aparatur dan alat negara, yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan keamanan, mengadakan perdamaian dan lainnya dalam rangka mewujudkan kepentingan warga negaranya yang beragam.
    Pemerintah yang terbentuk pada zaman sekarang ini merupakan proses hasil dari peristiwa masa lalu dimana pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari terbentuknya suatu negara.
    Pemerintahan monarki yaitu apabila dalam suatu Negara dipimpin oleh raja atau ratu. Ada beberapa macam bentuk pemerintahan monarki:
4.    monarki mutlak.
5.    Monarki konstitusional
6.    Monarki parlementer
Sedangkan Republik adalah suatu negara dimana kepala negaranya ialah seorang presiden. Republik juga dibagi dalam beberapa macam:
•    Republik mutlak
•    Republik konstitusional
•    Republik parlementer
    pemerintahan sipil adalah pemerintahan di mana gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil. Sedangkan Pemerintahan militer pada dasarnya merupakan bagaimana partisipasi korp militer dalam poltik dan pemerintahan.
    Perbedaan mendasar tentang keduanya yaitu terletak pada sejauh mana kelompok tersebut berpengaruh dan ikut serta dalam pemerintahan. Serta sejauh mana satu kelompok mampu mengatur kelompok yang lain. Kendati keduanya memiliki wewenang masing-masing, dalam sejarah pemerintahan keduanya tidak dapat dipisahkan dalam kaitannya dengan roda pemeritahan. Jika dalam pemerintahan tersebut, kalangan sipil mampu lebih dominan bahkan dalam masalah kemiliteran dan politik keamanan Negara, maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan tersebut adalah pemerintahan sipil. Sebaliknya jika militer banyak kontrol dalam politik dan kehidupan sipil maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan tersebut adalah pemerintahan militer.
    Kehadiran TNI/ABRI di hampir semua lembaga baik di pemerintahan maupun swasta yang mencakup hampir seluruh aspek kehidupan mulai dari bidang politik, ekonomi, sosial, budaya sampai ke soal agama dianggap menutup upaya kalangan sipil yang berpotensi, dan itu dapat diartikan  pula mengurangi kesempatan sipil untuk menunjukan kemampuannya dalam berkiprah di bidang kemasyaraktan kenegaraan. kehadiran militer di ranah politik juga meningkatkan potensi perpecahan di kalangan militer itu sendiri, karena mereka mulai memikirkan diri sendiri dan kepentingan partai masing-masing, tentu itu bukan isyarat yang baik, karena tugas utama perwira milliter adalah menjaga pertahanan dan kedaulatan negara, untuk itu seharusnya mereka senantiasa bersikap netral agar disaat tenaga mereka dibutuhkan, mereka tetap dalam kedadaan yang kondusif, baik secara personal maupun institusional.







DAFTAR PUSTAKA

A. Ubaidillah, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyarakat
Madani,Jakarta:IAIN Jakarta Press, 2000
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, 2010
Castles, Lance,  ABRI dan Kekerasan, Yogyakarta:INTERFIDEI, 1999
 Effendi, Muhadjir , Jati Diri dan Profesi TNI, Malang: Katalog Dalam Terbitan,
2009
Eko , Sutoro, Masyarakat Pascamiliter, Yogyakarta:Institute for Research and
    Empowerment(IRE), 2000
Sunarso, Pendidikan Kewarganegaraan,Yogyakarta:UNY  press, 2006
Winarno, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Bumi Aksara, 2002
http://imanhsy.blogspot.com/2010/12/makalah-hubungan-pemerintahan-sipil-
dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar